Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar


    Amar Ma'ruf Nahi Mungkar adalah salah satu pokok terpenting dalam ajaran islam. Selain sebagai bentuk dakwah, amar ma'ruf nahi mungkar merupakan penyeimbang dalam kehidupan beragama. Sudah maklum bahwa kehidupan beragama akan dianggap berkualitas manakala diiringi ketaatan menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Hal tersebut bisa terwujud dengan maksimal melalui adanya control serta pengawasan dari amar makruf nahi mungkar. 

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang - orang yang fasik."


Oleh karena urgensinya, maka dibutuhkan kajian secara detail mengenai amar makruf nahi mungkar. Seringkali seseorang yang memiliki semangat yang tinggi untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar tetapi tidak memahami aturan yang bahkan paling mendasar darinya. Sebagian dari mereka, melakukan amar ma'ruf nahi mungkar dengan tindakan (bil-Yad) padahal orang yang legal melakukannya. 

      Sebagian lain, melakukan amar ma'ruf nahi mungkar tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan. Ada lagi yang melakukan amar ma'ruf nahi mungkar tanpa kesabaran dan kurang bisa menahan diri, sehingga gegabah dalam mengambil tindakan. Alih-alih mengikuti sunnah Nabi SAW, mereka malah menyalahi tuntunan beliau dalam dakwah dan amar makruf nahi mungkarnya. Mencemarkan nama baik islam, menghambat dan mencederai nilai-nilai dakwah, merugikan orang lain, bahkan diri mereka sendiri. Syaikh Nawawi Al-Banteni dalam Syarah Sullam Taufiq mengungkapkan: ‘’Orang Yang berpengetahuan minim tidak layak melakukan dakwah. Karenah mafsadah yang ditimbulkan akan lebih besar daripada maslahatnya.’

Komentar serupa beliau utarakan dalam tafsir al-Munir: ‘’Hal ini (maksudnya amar ma'ruf nahi mungkar) termasuk fardu kifayah, sebab amar makruf nahi mungkar hanya layak dilakukan orang yang memahami kondisi dan cara menghadapi masyarakat. Sehingga kemungkaran yang dilakukan orang yang ia perintah atau ia larang tidak semakin menjadi-jadi. Jika tidak demikian, bukan tidak mungkin ia malah mengajak orang lain pada perkara yang batil, memerintah hal mungkar, dan mencegah perkara makruf. Ia berlaku keras pada kondisi yang menuntut berlaku ataupun sebaliknya.

Mengenai definisi makruf, Imam Ibn Hajar Al-‘Asqalani berkata yang menukil dari Al-Ragib: Ma’ruf adalah sebutan untuk setiap perbuatan yang dianggap baik berdasarkan sariat dan akal. Sedangkan menurut Ibn Abi Hamzah, Ma’ruf adalah istilah yang digunakan untuk perbuatan-perbuatan yang dianggap baik menurut dalil-dalil sari’at sentah sesuai dengan adat atau tidtidak. Ibn al-Atsir mendefinisikan mungkar sebagai berikut: “Mungkar adalah antonym ma’ruf, semua hal yang dianggap buruk, diharamkan dan dimakruhkan oleh syariat adalah mungkar”.

Secara sosiologis Ibn Taimiyah mengungkapkan bahwa setiap manusia yang hidup tidak akan terlepas dari dua hal: memerintah dan melarang atau diperintah atau dilarang. bahkan andai ada orang yang hidup sebatang kara niscaya dia akan memerintah atau melarang dirinya sendiri untuk berbuat atau meninggalkan sesuatu. Jadi kehidupan sosial pasti membutuhkan aturan aturanyang berisi perintah atau larangan sebagai wujud control supaya tidak lepas kendali. Kemudian seperti dalam hal nya kehidupan sosial perintah dan larangan juga merupakan sebuah keharusan dalam kehidupan beragama. Supaya agama bisa tetap eksis baik sebagai sebuah keyakinan maupun sebuah ajaran. Tanpa hal itu agama akan hanya menjadi slogan tanpa wujud nyata. Untuk itu, dalam agam islam diisyriatkan amar makruf nahi mungkar

Kemudian seperti dalam halnya kehidupan sosial perintah dan larangan juga merupakan sebuah ikeharusan dalam kehidupan beragama. Supaya agama bisa tetap eksis baik sebagai sebuah keyakinan maupun sebuah ajaran. Tanpa hal itu agama akan hanya menjadi selogan tanpa wujud nyata. Untuk itu, dalam agam islam disyriatkan amar ma'ruf nahi mungkar. Untuk hukum melaksanakan amar makruf nahi mungkar sendiri, al-Gazali mengatakan bahwa amar ma'ruf nahi mungkar termasuk fardu kifayah bagi mukallaf atau bisa katakan adalah kewajiban bersama, dimana jika sudah dilakukan oleh sebagian orang maka kewajiban bagi sebagian yang lain gugur. Dan jika tidak ada satupun orang yang melakukannya atau ada tapi belum memadai maka semuanya terkena dosa. Beliau mendasarkan statemennya dari firman Allah AWT: 

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yangberuntung”.

 

Amar Ma'ruf dan Nahi Mungkar hanya sebagai Usaha

Dalam amar ma'ruf nahi mungkar yang harus dipahami bahwa merupakan perintah Allah SWT yang hanya sebatas usaha untuk menghilangkan kemungkaran bukan hilangnya kemungkaran. Sebab hilannya kemungkaran bukan manusia akan tetapi merupakan hak preogratif Allah swt. Bahkan dalam sejaran Allah SWT menghibur Nabi Muhammad SAW ketiks beliau merasa resah dalam upaya menghilangkan kemungkaran: Allah SWT berfirman:

Artinya: “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)”.

 

Amar Makruf Nahi Mungkar Representasi

Dakwah Beberapa kalangan menyatakan bahwa amar ma'ruf nahi mungkar berbeda dari dakwah. Sehingga menurut mereka dalil-dalil dakwah yang menuntut untuk berlaku lembut dalam bersikap, sebagaimana ayat berikut: 

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.


Di akui atau tidak, dalam dakwah harus dilakukan dengan sikap lemah lembut, ramah dan simpatik dengan dalil yang diatas. Namun berbeda dengan amar makruf nahi mungkar yang menuntut sikap keras. Sebab amar ma'ruf nahi mungkar sendiri adalah memrintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran. Adapun sejarah ketika Nabi SAW berkhotbah, kedua penglihatan Beliau memerah, suara beliau meninggi, amarah beliau meluap, sampai seolah-olah beliau adalah komandan perang, itu karena nabi menjelaskan kotbahnya yang berkaitan dengan kiamat, pas disaat nabi menjelaskan jarak diutusnya beliau dengan hari kiamat itu sudah dekat, Nabi SAW berisyarat dengan menggunakan dua jari antara telunjuk dan jari tengahnya di gabungkan.

Dengan keterangan di atas bahwa konteks dari dakwah Nabi SAW adalah khotbah yang menerangkan tentang keadaan hari kiamat. Jadi penyebab tingginya tensi khotbah Nabi SAW bukan berarti dakwah atau khutbah harus keras akan tetapi seperti yang telah kita ketahui Nabi SAW bernada keras karena yang diterangkan begitu genting yantu tentang gentingnya hari kiamat. Jadi seandainya ada kelompok yang menjadikan sejarah khutbah Nabi SAW tadi sebagai bentuk anjuran dakwah dengan keras dan nada tinggi itu kurang ilmiah, akan tetapi apabila yang diterangkan masalah akhirat dan pas keterangan Neraka misalnya maka boleh untuk mengeraskan suara untuk menyesuaikan konteksnya saja.

Imam Fakhr al-Din al-Razi dalam menafsiri surah Ali Imran ayat 104 mengatakan:


Artinya: “Dakwah pada kebaikan merupakan klasifikasi yang di dalamnya mengandung dua hal: pertama seruan untuk melakukan kebaikan ini dinamakan amar makruf, kedua seruan untuk meninggalkan keburukann ini dinamakan nahi mungkar. Maka dalam penyebutan sebuah klasifikasi dengan diiringi muatan darinya, mengandung nilai bayar yang tinggi”. 


Dari beberapa penjelasan ulama di atas, dapat di simpulkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam dakwah dan nahi mungkar adalah sama. Ayat dakwah yang ada pada banya tempat juga merupakan ayat amar ma'ruf nahi mungkar. Dengan demikian pula seandainya ada pendapat yang membedakan antara dakwah dan amar ma'ruf nahi mungkar beda karena kalau menurutnya amar makruf nahi mungkar menuntut keras dan kalau dakwah itu tidak, terbantahkan oleh komentar-komentar para ulama Mufassir diatas.

 


Komentar

Postingan Populer